SAYAP PATAHKU
Masih terngiang dibenakku sosok yang selalu buatku bahagia dan
bersemangat, senyumnya , canda tawanya.
Tak ada suatu kebahagian selain bersamanya dalam kelengkapan keluarga.
Masih teringat olehku cerita-cerita manis yang selalu terjadi.
“ Pa, hari ne ku sedih, mengapa nilai ulanganku seperti
ini?mengecewakan saja”(muka kusut)
“ada nggak yang lebih rendah dari kamu?”
“mmm, ada juga sih malah banyak”
“nah tu berati nggak kamu saja yang sedih, mereka juga banyak yang
sedih dan kecewa. Belajar lebih giat lagi ”
Begitulah cara ayahku menyemangatiku, tak pernah terlontar dari
kata-kata beliau yang suka menuntut aku ini dan itu. Itulah caranya
memperlakukanku begitu juga ibuku tak pernah beliu mengharuskan aku berbuat
seperti apapun kecuali selalu mendo’akan yang terbaik untukku.
Belum sempat ayahku memarkir motor di depan rumah, Aku sudah
berlarian menghampirinya dan menyampaikan kabar gembira itu.
“Pa ayo tebak! Aku dapat peringkat berapa?”
“Bapa tentu nggak tau kalo nggak kamu kasih tau, tapi kalo dilihat
dari ekspresinya kayanya bagus”
“hmm, iya aku dapat peringkat tiga, bagus kan”
Ayahku tidak menjawab tapi cukup dengan senyumanya aku mengerti
kalo beliau sangat senang dengan hasil kerjaku.
Sebulan sebelum beliau jatuh sakit sempat adu mulut denganku tapi
bukan berati bertengkar, itu hanya bercandaan.
“Pa ini misalnya ya, ada cowo suka dengan cewe trus cowo tu bilang
kalo dia suka nah si ewe bingung mesti jawab apa. Jadi tu gimana sih?”
“Gimana apanya?”
“ya gimana jawabnya kalo si cewe dalam kebingungan?”
“ya jawab z kalo suka ya bilang suka dan kalo nggak ya nggak
suka”(sambil ketawa)
“yah, Bapak ne gimna sih orang serius juga tanyanya” (cemberut)
“iya..iya, gini kalo si cewe tu suka trus mau menjalin hubungan
yang baik dengan si cowok ya terima z dan sebaliknya”
“berarti bapak nggak melarang orang tu pacaran?”
“yah itu tergantung dia, mau gimana”.
“hmm aku nggak setuju deh pendapat bapak, masa diizinin kayak
gituan, ah g asyik ne”
Ayahku hanya tertawa kecil melihat tingkahku, tapi dari situ aku mulai
berfikir apa maksud dari jawaban beliau itu. Dan akhirnya aku bisa menyimpulkan
sebenarnya beliau juga tidak memberi izin untuk urusan itu tapi tidak secara
langsung. Aku jadi kagum dengan cara beliau mendidikku hingga membuatku
berfikir seharusnya seperti apa.
“Sudahlah cu, semuanya sudah berlalu. Kamu ihklaskan saja”(kata
nenekku sambil mendekapku)
Aku masih dalam linangan air mata dan dalam kesedihan yang
mendalam. Dibenakku selalu bertanya-tanya, mengapa semua ini terjadi padaku?”.
Kepergiannya merupakan pukulan bagiku dan ibuku, tak sempat Dia
melihatku jadi Mahasiswa, dewasa, dan sarjana. Beliau sudah pergi duluan, namun
terfikir olehku ini semua cobaan buatku dan pelajaran bahwa tak selamnya
kabahagian itu menyelimuti tanpa kesedihan dibaliknya. Kebahagian itu dari kita
sendirilah yang menciptakannya meski dalam ruang penuh luka pun jika kita masih
mampu ciptakan kebahagian, ia kan hadir dalam hidup kita. Dalam dukapun ada
kebahagiaan jika mampu jadikan suatu duka itu sebagai jalan hidup yang tak
pernah terlewatkan.
Aku mulai hidup baru dengan tujuan baru, ku tau DIA pasti
memberikan yang terbaik untukku. Hanya saja aku perlu menggunakan pikiranku ini
untuk berfikir apa yang dilakukanNYA terhadapku adalah suatu pelajaran yang
berarti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar