Peci'q

Peci'q

snow

Kamis, 11 Oktober 2012

kenangan


SAYAP PATAHKU
Masih terngiang dibenakku sosok yang selalu buatku bahagia dan bersemangat, senyumnya , canda tawanya.  Tak ada suatu kebahagian selain bersamanya dalam kelengkapan keluarga.
Masih teringat olehku cerita-cerita manis yang selalu terjadi.
“ Pa, hari ne ku sedih, mengapa nilai ulanganku seperti ini?mengecewakan saja”(muka kusut)
“ada nggak yang lebih rendah dari kamu?”
“mmm, ada juga sih malah banyak”
“nah tu berati nggak kamu saja yang sedih, mereka juga banyak yang sedih dan kecewa. Belajar lebih giat lagi ”
Begitulah cara ayahku menyemangatiku, tak pernah terlontar dari kata-kata beliau yang suka menuntut aku ini dan itu. Itulah caranya memperlakukanku begitu juga ibuku tak pernah beliu mengharuskan aku berbuat seperti apapun kecuali selalu mendo’akan yang terbaik untukku.
Belum sempat ayahku memarkir motor di depan rumah, Aku sudah berlarian menghampirinya dan menyampaikan kabar gembira itu.
“Pa ayo tebak! Aku dapat peringkat berapa?”
“Bapa tentu nggak tau kalo nggak kamu kasih tau, tapi kalo dilihat dari ekspresinya kayanya bagus”
“hmm, iya aku dapat peringkat tiga, bagus kan”
Ayahku tidak menjawab tapi cukup dengan senyumanya aku mengerti kalo beliau sangat senang dengan hasil kerjaku.
Sebulan sebelum beliau jatuh sakit sempat adu mulut denganku tapi bukan berati bertengkar, itu hanya bercandaan.
“Pa ini misalnya ya, ada cowo suka dengan cewe trus cowo tu bilang kalo dia suka nah si ewe bingung mesti jawab apa. Jadi tu gimana sih?”
“Gimana apanya?”
“ya gimana jawabnya kalo si cewe dalam kebingungan?”
“ya jawab z kalo suka ya bilang suka dan kalo nggak ya nggak suka”(sambil ketawa)
“yah, Bapak ne gimna sih orang serius juga tanyanya” (cemberut)
“iya..iya, gini kalo si cewe tu suka trus mau menjalin hubungan yang baik dengan si cowok ya terima z dan sebaliknya”
“berarti bapak nggak melarang orang tu pacaran?”
“yah itu tergantung dia, mau gimana”.
“hmm aku nggak setuju deh pendapat bapak, masa diizinin kayak gituan, ah g asyik ne”
Ayahku hanya tertawa kecil melihat tingkahku, tapi dari situ aku mulai berfikir apa maksud dari jawaban beliau itu. Dan akhirnya aku bisa menyimpulkan sebenarnya beliau juga tidak memberi izin untuk urusan itu tapi tidak secara langsung. Aku jadi kagum dengan cara beliau mendidikku hingga membuatku berfikir seharusnya seperti apa.
 
“Sudahlah cu, semuanya sudah berlalu. Kamu ihklaskan saja”(kata nenekku sambil mendekapku)
Aku masih dalam linangan air mata dan dalam kesedihan yang mendalam. Dibenakku selalu bertanya-tanya, mengapa semua ini terjadi padaku?”.
Kepergiannya merupakan pukulan bagiku dan ibuku, tak sempat Dia melihatku jadi Mahasiswa, dewasa, dan sarjana. Beliau sudah pergi duluan, namun terfikir olehku ini semua cobaan buatku dan pelajaran bahwa tak selamnya kabahagian itu menyelimuti tanpa kesedihan dibaliknya. Kebahagian itu dari kita sendirilah yang menciptakannya meski dalam ruang penuh luka pun jika kita masih mampu ciptakan kebahagian, ia kan hadir dalam hidup kita. Dalam dukapun ada kebahagiaan jika mampu jadikan suatu duka itu sebagai jalan hidup yang tak pernah terlewatkan.

Aku mulai hidup baru dengan tujuan baru, ku tau DIA pasti memberikan yang terbaik untukku. Hanya saja aku perlu menggunakan pikiranku ini untuk berfikir apa yang dilakukanNYA terhadapku adalah suatu pelajaran yang berarti.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar